Suatu gejala dari penyakit muncul
karena adanya causa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Terkadang
para penderita merasa cukup sehat dengan pengobatan simtomatik saja,
mereka tidak peduli apakah ditubuhnya masih terdapat patogen-patogen
yang menyebabkan dirinya menderita. Baginya asal ia sudah tidak
merasakan gejala seperti demam, pusing, dll maka dirinya sudah sembuh
dari penyakit. Mungkin hal inilah yang menyebabkan insiden antibiotik
yang menjadi resisten terhadap penyakit cukup tinggi, kebanyakan pasien
tidak mengetahui fungsi sesungguhnya dari antibiotik yang justru akan
bekerja melawan bakteri "nakal" tersebut sehingga mereka tidak
mengkonsumsi obat tersebut sesuai dengan yang dianjurkan.
Yah, paragraf diatas jangan
terlalu diambil pusing, anggap saja sebagai prolog dalam tulisan kali
ini. Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan LDR (long distance relationship)
atau bahkan kita sendiri pernah menjalani hal tersebut. Tentunya para
pelaku LDR tersebut merasakan bagaimana menderitanya ia karena cinta
tanpa pernah bertemu.
Banyak pasangan yang menderita
LDR, mereka menunjukan gejala-gejala seperti kangen, galau, dan tak
jarang menjadi penasaran apa yang sedang dilakukannya di seberang sana.
Bisa dibilang LDR adalah suatu penyakit, sedangkan rasa rindu, galau,
dsb adalah gejala yang ditimbulkan dari LDR. Seringkali perbincangan
melalui telepon, rangkaian kata di SMS dan BBM, atau bahkan webcam-an
merupakan obat bagi penderita LDR tersebut, namun sayang semua tersebut
hanyalah meredakan simptom, semua obat tadi tidak akan mampu melawan
penyakit LDR.
Akan tiba
saatnya ketika obat-obat simptomatik tersebut menjadi tidak ampuh lagi
untuk bekerja melawan gejala yang ditimbulkan LDR karena timbulnya
resisten. Bahkan yang lebih buruknya lagi, LDR semakin lama akan
menyebabkan komplikasi yang kian hari kian parah. Tak jarang penderita
menjadi hipocintami alias menjadi haus akan kasih sayang dan
cinta yang diberikan. Karena cinta tidak bisa diwakilkan melalui kata,
atau sekedar bertatap melalui notebook.
Tubuh kita yang awalnya mampu
mengkompensasi atas penyakit yang kita derita, maka akan tiba saat tubuh
kita menjadi dekompensasi. Dan komplikasi akhir yang ditakutkan-pun
terjadi, yakni kematian akan perasaan cinta terhadap dirinya. Cinta yang
sudah lama kita upayakan agar tetap tumbuh menjadi mati karena tak
pernah mendapatkan asupan nutrisi kasih sayang yang memadai. Pada
akhirnya maka kita akan memutus hubungan, dan berpaling mencari sosok
yang bisa ada disisi kita disaat kita benar-benar membutuhkannya.
Lalu, bagaimana penanganan yang tepat terhadap LDR? Apakah LDR termaksud self-limiting disease yang
akan berakhir dengan sendirinya cepat atau lambat? Jawabannya adalah
tidak. Penangannya adalah dengan tetap memberikan terapi simptomatik
ditambah dengan 1 cangkir kepercayaan. Terapi simptomatik sangatlah
diperlukan, bila diri kita sudah mulai terasa kebal dengan segala
obat-obat simptomatik maka cobalah hal-hal baru seperti gaming bersama
atau kegiatan apapun yang dirasa ampuh. Kepercayaan merupakan hal
penentu dalam keberhasilan mempertahankan LDR, asalkan kita bisa
memenuhi nutrisi kebutuhan kasih sayang maka kepercayaan itu akan tetap
terjaga. Kedua obat tersebut harus digunakan setiap hari dengan dosis
yang tepat.

0 komentar:
Posting Komentar
harap dikoment yahh